Dramatis! Tom Lembong Langsung Bebas Setelah Dapat Abolisi
Dramatis Hari Jumat (1/8) Menjadi Momentum Dramatis Dalam Lanskap Politik Dan Hukum Indonesia Setelah Presiden Prabowo Memberi Abolisi Kepada Tom Lembong. Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang sebelumnya di jatuhi hukuman 4,5 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi impor gula, secara mengejutkan resmi keluar dari Rutan Cipinang. Alasannya: Keputusan Presiden (Keppres) tentang abolisi dari Presiden Prabowo Subianto telah turun dan langsung berlaku. Pagi hari yang biasa di Rutan Cipinang berubah menjadi penuh kejutan. Sekitar pukul 09.30 WIB, Tim kuasa hukum Lembong membawa dokumen Keppres abolisi yang di tandatangani Presiden Prabowo sehari sebelumnya. Tak butuh waktu lama, pintu rutan di buka, dan Lembong melangkah keluar—dalam senyap yang penuh makna.
“Atas Keppres yang di terbitkan Presiden Republik Indonesia, klien kami resmi di nyatakan bebas dari segala tuntutan hukum,” ujar Arya Panjaitan, pengacara Lembong, kepada awak media. Ia menambahkan bahwa abolisi ini menghentikan seluruh proses pidana, termasuk vonis yang tengah di jalani. Tom Lembong sebelumnya di dakwa terlibat dalam pengaturan kuota impor gula pada masa jabatannya sebagai Menteri Perdagangan. Meski tak ada kerugian negara yang terbukti secara langsung, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara atas dasar pelanggaran administratif yang berdampak hukum Dramatis.
Namun, vonis tersebut memicu perdebatan publik. Sebagian menilai proses hukum terhadap Lembong sarat kepentingan politik, terutama karena ia di kenal sebagai tokoh di balik kampanye Anies Baswedan pada Pilpres 2024 lawan utama Prabowo saat itu. Dalam keterangan resminya, Istana menyatakan bahwa keputusan memberi abolisi pada Lembong di dasari pertimbangan rekonsiliasi nasional dan demi “mengakhiri kriminalisasi bernuansa politik di masa lalu”. Hal ini di lakukan menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia Dramatis.
Pendukung: “Langkah Berani Menuju Rekonsiliasi”
Kabar bebasnya Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab di sapa Tom Lembong, usai mendapat Keputusan Presiden (Keppres) abolisi dari Prabowo Subianto, sontak memicu perdebatan luas di ruang publik. Berbagai kalangan, baik pengamat, aktivis, hingga masyarakat biasa, menyampaikan respons beragam—mulai dari dukungan penuh hingga kritik tajam yang menyoroti motif politik di balik pembebasan tersebut.
Pendukung: “Langkah Berani Menuju Rekonsiliasi”
Sebagian netizen yang mendukung keputusan Prabowo menyambut gembira langkah tersebut. Mereka menilai Prabowo telah menunjukkan sikap negarawan yang mementingkan persatuan nasional ketimbang dendam politik masa lalu.
“Pak Tom itu bukan koruptor kelas berat. Dia di hukum karena hal yang bahkan banyak di perdebatkan. Ini langkah cerdas Prabowo menyatukan lawan-lawan politiknya,” tulis akun @arifinsetiawan di X (Twitter). >Beberapa simpatisan menyebut bahwa keputusan ini bisa membuka jalan bagi rekonsiliasi politik nasional, di mana oposisi tidak lagi di perlakukan sebagai musuh negara.
Kritikus: “Preseden Buruk bagi Penegakan Hukum”
Namun tak sedikit pula yang menganggap keputusan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan hak prerogatif Presiden. Banyak yang curiga bahwa abolisi ini merupakan “balas budi” atas peran Tom Lembong dalam kontestasi Pilpres 2024—terutama karena Lembong adalah tokoh utama di balik strategi kampanye Anies Baswedan.
“Ini bukan soal hukum, ini soal politik. Prabowo menunjukkan siapa yang kawan dan siapa yang bisa ‘di selamatkan’. Kalau seperti ini, hukum makin kehilangan taring,” tulis akun @indrapras74.
Beberapa aktivis bahkan menyerukan perlunya pembentukan tim independen untuk mengkaji penggunaan hak abolisi agar tidak sembarangan. Di sisi lain, ada juga warga yang justru bingung dengan alur logika hukum yang terjadi.
Keputusan Presiden Prabowo Subianto Yang Memberikan Abolisi Kepada Tom Lembong Merupakan Langkah Dramatis
Keputusan Presiden Prabowo Subianto Yang Memberikan Abolisi Kepada Tom Lembong Merupakan Langkah Dramatis, mantan Menteri Perdagangan yang sedang menjalani hukuman dalam kasus dugaan korupsi impor gula, menuai perhatian publik luas. Untuk meredam spekulasi dan kontroversi, pihak Istana melalui juru bicara resminya, Letjen (Purn) Agus Widodo, menyampaikan penjelasan resmi mengenai alasan di balik keputusan tersebut. Dalam konferensi pers di Istana Merdeka pada Jumat (1/8), Agus Widodo menegaskan bahwa keputusan memberi abolisi kepada Tom Lembong sepenuhnya berdasarkan konstitusi, tepatnya Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 yang memberi Presiden hak prerogatif untuk memberikan abolisi.
“Presiden hanya menjalankan amanat konstitusi. Hak abolisi adalah instrumen sah dalam sistem hukum kita, yang bisa di gunakan untuk menjaga keadilan dan keutuhan bangsa,” ujar Agus. Ia juga menekankan bahwa keputusan ini tidak di ambil secara sepihak, melainkan setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Presiden, Kementerian Hukum dan HAM, serta setelah mendapat persetujuan DPR RI. Agus menambahkan bahwa Presiden Prabowo memandang pemberian abolisi ini sebagai bagian dari upaya menciptakan rekonsiliasi nasional, terutama setelah kontestasi politik yang cukup tajam dalam Pilpres 2024.
“Presiden tidak ingin masa lalu yang penuh perpecahan menjadi beban di masa depan. Abolisi ini adalah sinyal bahwa pemerintahan sekarang membuka ruang dialog dan pemulihan, bukan dendam,” katanya. Menurutnya, Prabowo ingin membangun kepemimpinan yang inklusif, merangkul semua kekuatan politik, termasuk mereka yang sebelumnya berada di kubu oposisi. Terkait tuduhan bahwa abolisi ini merupakan bentuk “balas budi politik” kepada mantan tim sukses rivalnya, pihak Istana membantah keras. Agus menegaskan bahwa keputusan ini tidak berkaitan dengan posisi atau peran politik Tom Lembong. Melainkan murni pertimbangan kemanusiaan dan keadilan substantif.
Secara Prinsip, Abolisi Merupakan Alat Hukum Yang Bersifat Luar Biasa
Dalam sistem hukum Indonesia, Presiden memegang sejumlah hak prerogatif yang dapat di gunakan dalam kondisi tertentu. Salah satunya adalah abolisi, istilah yang kembali mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres). Untuk membebaskan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dari hukuman penjara. Tapi apa sebenarnya yang di maksud dengan abolisi?
Abolisi adalah penghapusan proses hukum pidana terhadap seseorang yang sedang dalam penyidikan, penuntutan, atau bahkan sudah di vonis pengadilan. Yang di lakukan oleh Presiden berdasarkan pertimbangan politik, kemanusiaan, atau kepentingan nasional. Hak ini secara tegas di atur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Yang menyatakan: “Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Dan memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Secara Prinsip, Abolisi Merupakan Alat Hukum Yang Bersifat Luar Biasa. Yang hanya di gunakan dalam situasi tertentu—misalnya untuk mencegah kegaduhan politik, memperkuat rekonsiliasi nasional. Atau mengoreksi proses hukum yang di nilai tidak adil. Presiden memiliki ruang diskresi besar dalam menentukan kapan dan kepada siapa hak ini di berikan. Namun tetap harus melalui proses politik yang transparan.
Dalam praktiknya, abolisi menjadi cermin bagaimana politik dan hukum saling bertautan di tingkat tertinggi kekuasaan negara. Oleh karena itu, setiap kali hak ini di gunakan, publik pun bereaksi antara melihatnya sebagai terobosan. Atau justru mempertanyakan motif di baliknya. Sebagai instrumen hukum, abolisi menempatkan Presiden sebagai aktor utama dalam mengatur keseimbangan antara keadilan hukum dan kepentingan nasional. Namun seperti pisau bermata dua, penggunaannya juga selalu mengundang perhatian dan pengawasan publik yang ketat Dramatis.