Faisal Basri Sebut Pemerintah Politisasi El Nino, Berikut Profilnya

Faisal Basri Sebut Pemerintah Politisasi El Nino, Berikut Profilnya
Faisal Basri Sebut Pemerintah Politisasi El Nino, Berikut Profilnya

Faisal Basri Menjabarkan Pandangannya Bahwa BLT El Nino Di Manfaatkan Untuk Mendongkrak Dukungan Terhadap Calon Tertentu Dalam Pilpres 2024. Ia merupakan seorang ekonom senior yang di hormati, memainkan peran kunci sebagai salah satu pakar dalam proses sidang lanjutan pembuktian Pemohon I, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), dalam sengketa hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam konteks yang sedang berlangsung, Basri secara tajam mengungkapkan berbagai keterlibatan pemerintah yang mendukung pasangan calon nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, melalui program bantuan sosial (bansos). Faisal Basri tidak hanya memberikan analisis mendalam tentang peran bansos dalam mendukung kandidat tertentu. Tetapi, hal ini juga menyoroti bagaimana pemerintah menggunakan isu El Nino sebagai alat untuk kepentingan politik menjelang Pemilu 2024. Menurutnya, narasi bencana El Nino sengaja di ciptakan untuk mendukung program bansos dan impor beras. Hal ini pada gilirannya dapat memengaruhi dukungan publik terhadap pasangan calon yang di inginkan oleh pemerintah.

Dalam penjelasannya, Faisal Basri menyoroti dampak sosial dan politik dari tindakan pemerintah tersebut. Dia mencatat bahwa penggunaan isu El Nino sebagai alat politik tidak hanya menciptakan ketidakstabilan dalam kebijakan publik. Tetapi, ini juga dapat merongrong kepercayaan publik terhadap integritas pemerintah. Dalam pandangannya, tindakan seperti itu merusak prinsip-prinsip demokrasi dan prinsip akuntabilitas yang mendasari sistem politik sebuah negara. Analisis mendalam Basri tentang situasi ini menyoroti pentingnya independensi lembaga-lembaga seperti MK dalam menjaga integritas proses demokratis. Dia menekankan perlunya menghindari intervensi politik dalam proses hukum untuk memastikan keadilan dan kebenaran yang objektif.

Melalui penelitiannya, Faisal Basri juga menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kebijakan publik. Terutama, dalam konteks sensitif seperti pemilihan umum. Dia memperingatkan tentang bahaya politisasi isu-isu penting seperti bencana alam untuk keuntungan politik jangka pendek. Serta, ia juga menggarisbawahi perlunya fokus pada kepentingan jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Faisal Basri Lahir Di Bandung

Faisal Batubara atau Faisal Basri Lahir Di Bandung pada 6 Februari 1959. Ia merupakan seorang ekonom senior yang telah mencapai ketenaran karena sering kali mengutarakan kritiknya terhadap kebijakan pemerintah. Kritik-kritiknya yang tajam dan berbobot membuatnya di kenal luas di kalangan publik Indonesia. Asal mula nama “Basri” yang di ambil oleh Faisal sebagai bagian dari namanya adalah untuk menghormati ayahnya, Hasan Basri Batubara, seorang yang di hormatinya. Ibunya, Saidah Nasution, juga memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan pemikiran Faisal. Selain itu, Faisal Basri memiliki hubungan kekeluargaan dengan tokoh politik terkenal, yaitu Adam Malik, yang merupakan mantan Wakil Presiden Indonesia.

Meskipun lahir di Bandung, Faisal Basri kemudian pindah ke Jakarta, ibu kota Indonesia, di mana dia menetap di kawasan Guntur Halimun, Jakarta Selatan. Di sana, dia melanjutkan pendidikan tingkat menengahnya di SMA Negeri 3 Jakarta, setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di sekolah-sekolah setempat di Bandung. Pendidikan formalnya memberinya landasan yang kuat dalam memahami ekonomi dan politik. Dua bidang itu merupakan yang menjadi fokus utamanya dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.

Kehidupan pribadinya juga memainkan peran penting dalam membenyuk pandangannya terhadap berbagai isu sosial dan politik di Indonesia. Faisal Basri menikah dengan Syahfitri Nasution. Mereka di berkati dengan tiga orang anak yaitu Anwar Ibrahim Basri, Siti Nabila Azuraa Basri, dan Mohamad Atar Basri. Keluarga mereka menjadi sumber dukungan dan inspirasi bagi Faisal dalam menjalankan perannya sebagai ekonom dan intelektual yang berpengaruh. Tidak hanya di kenal karena kritinya terhadap pemerintah, Faisal Basri juga memiliki reputasi sebagai seorang akademisi yang produktif dan penulis yang berpengaruh. Karya-karyanya yang kritis dan mendalam dalam bidang ekonomi dan politik sering kali menjadi bahan diskusi. Hal ini juga menajadi perdebatan di berbagai forum akademis dan masyarakat.

Memulai Kariernya Sebagai Junior Research Assistant

Faisal Basri menyelesaikan studinya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (FEUI), dengan fokus pada Ekonomi Pembangunan. Selama kuliah, dia aktif dalam kegiatan sosial, terutama dalam protes terhadap Normalisasi Kegiatan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaaan (NKK/BKK) di era Orde Baru. Setelah lulus pada tahun 1981, Faisal melanjutkan studi lanjutannya di Amerika Serikat dan meraih gelar Master of Arts (MA) dalam bidang ekonomi dari Vanderbilt University, Nashville, Tennessee. Memulai Kariernya Sebagai Junior Research Assistant di Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LPEM) pada tahun yang sama. Kemudian, ia naik pangkat menjadi Wakil Direktur pada tahun 1991 dan Direktur pada tahun 1993. Selain aktif di LPEM, Faisal menjadi dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB-UI) sejak 1988. Ia mengajar mata kuliah ekonomi dan ekonomi politik, serta di program pascasarjana.

Di luar bidang akademis, Faisal Basri memiliki peran penting di FEUI dan berkontribusi dalam inisiatif di luar kampus, termasuk sebagai Ketua STIE Perbanas Jakarta (1999-2003). Ia juga merupakan salah satu pendiri Institut untuk Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) dari tahun 1995 hingga 2000. Sebagai seorang ekonom, Faisal di kenal karena sikapnya terhadap kebijakan ekonomi pemerintah, yang ia sampaikan melalui publikasi dalam jurnal, makalah, dan buku.

Di ranah politik, Faisal Basri aktif mulai dari mendirikan Majelis Amanah Rakyat (MARA) yang menjadi cikal bakal Partai Amanat Nasional (PAN). Di satu sisi ia juga mencalonkan diri sebagai calon gubernur DKI Jakarta secara independen pada tahun 2007 dan 2012. Faisal juga terlibat dalam organisasi nirlaba dan menjadi anggota Tim Ahli untuk Pemberantasan Pencucian Uang (TPPU) pada tahun 2023 di bawah kepemimpinan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Ia sering berbagi pandangannya tentang isu-isu ekonomi seperti hilirisasi dan korupsi melalui website pribadinya.

Ia Menyoroti Dari Hilirisasi Nikel Hingga Penurunan Indeks Demokrasi

Faisal Basri sering kali mengkritik pemerintah, Ia Menyoroti Dari Hilirisasi Nikel Hingga Penurunan Indeks Demokrasi. Dia berpendapat bahwa sebagian besar keuntungan dari pengolahan nikel justru menguntungkan China daripada Indonesia. Hal ini dengan perkiraan sekitar 90 persen keuntungan tersebut mengalir ke China. Selain itu, bersamaan dengan pencapaian-pencapaian pengolahan nikel yang di soroti oleh pemerintah, Faisal juga menyoroti ketiadaan strategi industrialisasi yang kokoh. Selain itu, Faisal Basri mengkritik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang menurutnya akan membutuhkan waktu yang lama, sekitar 139 tahun, untuk mencapai titik impas. Menjelang Pemilihan Presiden 2024, dia mengemukakan berbagai kritik terhadap situasi Indonesia. Hal ini termasuk tantangan kenaikan harga beras tanpa penurunan impor yang sepadan.

Selain itu, Faisal menyoroti perlambatan pertumbuhan ekonomi di bawah pemerintah Joko Widodo, dengan rata-rata sekitar 4,7 persen. Meskipun terjadi penurunan tingkat pengangguran, dia menekankan peningkatan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas rendah, peningkatan ketenagakerjaan informal, dan ketimpangan yang semakin memburuk. Dia juga menyuarakan keprihatinan terhadap kemunduruan indikator pendidikan Indonesia di bandingkan dengan tahun 2000.

Faisal Basri juga mencatat penurunan harga Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, yang bahkan lebih rendah daripada Timor Lester. Terakhir, dia mengomentari penurunan peringkat Indonesia dalam Indeks Demokrasi pada tahun 2023, hal ini yang tercermin dalam penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dan skor demokrasi secara keseluruhan. Dengan demikian, hal ini menjadi perhatian yang mendalam terhadap kondisi Indonesia yang di berikan oleh Faisal Basri.

Exit mobile version